Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing, Aleg PKS Desak Menag Segera Minta Maaf


PKS Pandeglang - Jakarta (24/02), Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyampaikan kritik terhadap ucapan Menteri Agama terkait atas polemik yang berkembang di masyarakat akibat penggunaan pengeras suara yang dirilis oleh Kementerian Agama.


Bukhori merasa menjelaskan dengan salah satu poin penjelasan Menteri Agama yang menyandingkan kumandang azan dengan gonggongan anjing sehingga merusak perasaan umat Islam.


Menteri Niat Baik untuk menyampaikan klarifikasi pada publik muncul anggapan bahwa pembatasan penggunaan toa masjid/musala tersebut sebenarnya patut dianggap sebagai suatu polemik. Namun dia gagal dalam memberikan penjelasan yang dibutuhkan publik. Analogi yang digunakan dalam salah satu poin penjelasannya tidak sesuai dengan konteks. Pemilihandiksi yang diucapkan justru menimbulkan kesan ofensif terhadap umat Islam karena gambaran bentuk syiar agama mereka. Alih-alih menganggap polemik, reaksi Gus justru memanaskan situasi dan kembali membuat gaduh publik,” ungkap Bukhori di Jakarta, Kamis (24/02).


Politisi yang pernah menempuh studi ilmu hadis dan studi Islam di Universitas Islam Madina Arab Saudi ini menjelaskan, dari sisi logika analogi ilmiah yang digunakan Menteri Agama dinilai sangat tidak tepat. Sebab kepemimpinan, dalam hukum Islam kaidah kias atau analogi menuntut beberapa syarat. Misalnya harus ada titik persamaan antara hal/keadaan atau benda yang dianalogikan dengan hal/keadaan atau benda yang menjadi analogi objek.


“Gonggongan anjing tentu tidak sama dengan kumandang azan. Sebab, gonggongan anjing tidak berarti dan tidak menjadi objek hukum dalam ibadah. Sedangkan lafal azan, baik maknanya dan kedudukannya bersifat sakral karena layak ibadah. Dengan demikian, sangat naif menganalogikan kumandang suara azan dengan suara anjing yang mengonggong,” jelasnya.


Ketua DPP PKS ini mengingatkan Menteri Agama agar lebih berhati-hati dalam bertutur maupun bertindak dalam kapasitasnya sebagai pelayan publik.


Selain itu karena strategi perannya sebagai pelayan umat beragama yang berbeda dengan yang berlaku adil, mengayomi, dan memuliakan umat manusia, Menteri Agama juga sepatutnya memahami realitas sosiologis masyarakat Indonesia yang memandang agama sebagai hal penting dalam hidup mereka. kalangan masyarakat Indonesia,” terang Bukhori.


Hal ini, berkumpul, oleh studi yang dilakukan oleh Pew Research Center bertajuk ‘The Global God Divide’ pada Juli 2020 yang menunjukan Indonesia berada di peringkat teratas atau dikategorikan sebagai negara paling religius dari 34 negara yang disurvei. Riset itu memberkan sebanyak 96 persen responden Indonesia menyatakan percaya kepada Tuhan adalah hal penting untuk dapat bermoral dan memiliki nilai-nilai kebaikan. Sementara itu, 98 persen menganggap agama penting dalam hidup mereka. Dalam survei yang sama di tahun sebelumnya, studi Pew Research juga menyebut 83 persen masyarakat Indonesia percaya bahwa agama memiliki dampak besar terhadap Negara mereka pada hari ini dibandingkan 20 tahun lalu.


“Masyarakat tidak percaya bahwa agama tidak bisa dimaknai sebatas inspirasi, tetapi juga sebagai aspirasi yang dapat mengubah kualitas kehidupan mereka dalam berbagai aspek. Agama adalah dasar filosofis yang tidak bisa diabaikan sebagai salah satu referensi dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai agama yang telah bersenyawa dengan konstitusi dan ideologi bangsa, Pancasila, menegaskan hal itu. Maka, dapat dijangkau jika masyarakat Indonesia percaya bahwa agama berdampak besar bagi keberjalanan Negara ini,” ujar Legislator Dapil Jateng 1 ini.


Lebih lanjut, Anggota Badan Legislasi ini meminta Menteri Agama untuk segera meminta maaf kepada publik atas ucapannya yang telah diketahui umat Islam. Dia juga mengingatkan Menteri Agama untuk menghormati simbol dan syiar agama, khususnya milik umat Islam.


“Saya telah menerima banyak keluhan dari masyarakat yang menyayangkan pernyataan Menag. Tidak sepantasnya suara azan dan gonggongan anjing disandingkan sebagai sebuah analogi. Selain menimbulkan kesan bahwa panggilan ibadah adalah sebuah gangguan, pernyataan Menag juga melukai umat Islam sehingga layak untuk dicabut. Karena itu, Menag harus segera menyampaikan maaf terbuka dan berkomitmen untuk berhenti membuat kebijakan yang menimbulkan disharmoni,” ucapnya.


Sementara itu, Bukhori juga mengaku tidak setuju dengan upaya pemolisian Menteri Agama oleh pihak tertentu karena dianggap telah melanggar UU ITE dan KUHP Pasal Penistaan ​​Agama.


Menurutnya, hal itu mungkin memperkeruh situasi sosial dan tidak menyelesaikan akar masalah, yaitu aturan-aturan tentang penggunaan masalah di masjid.


“Kami tetap bersikukuh dengan proposal kami agar Menteri Agama mengoreksi Surat Edaran tersebut dengan memperhatikan dinamika sosio-kultural di masing-masing tempat. Tidak hanya itu, agar lebih konkrit dan berdampak, kami juga mengusulkan agar pengaturan suara mesti dibarengi dengan advokasi oleh Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam dalam bentuk bantuan pengadaan pengeras suara yang memadai untuk mengganti perangkat untuk masjid/musala yang sudah usang. Selain itu, Bimas Islam juga dapat mengadakan pelatihan azan bagi muadzin atau pengurus DKM agar pelafalan mereka fasih dan tidak sumbang sebagaimana diharapkan dalam surat edaran tersebut,” pungkasnya. 

sumber: fkps

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama